Drawing Murality: Wall(x)-Talk(y) Assessment

Hari ini, setidaknya kota menjadi tempat bukan hanya sekedar urbanisasi manusia, juga berkumpulnya segala ide baru menuju kota dunia. Hal yang paling mudah terlihat tentu aktivitas muda-mudinya dalam sebuah bingkai kreatifitas. Bermunculannya coretan merupakan fenomena kekinian, yang sebenarnya sejak lama telah ditandatangani oleh pikiran-pikiran begitu liar namun hanya tersirat pesan santai, “lihat dan dengar.” Kota urban memegang segala gambaran kemajuan, perkembangan, maju tak gentar membela siapapun yang mampu berkontemporaria.

Di sisi kota, sudut yang terlanjur terabaikan lanjutan proyeknya entah kenapa, menjadi papan tulis bagi semua pencoret yang dengan senang hati menunggu proyekan tertunda lainnya. Street art, graffiti, vandal, mural, atau apapun namanya, itu merupakan tafsiran para penghuni kota dunia di masa depan yang kadang menjadi tolok ukur kemajuan perkembangan sebuah kota, bahkan negara. Coretan yang mampu dihapus, lalu ditimpah, tertimpah, menegaskan lokasi dan sudut pandang coretan tersebut. Memang, kekuasaan selalu menjadi momok sebuah perubahan. Senantiasa mampu berubah menjelma sebagai anti-coret: memprotes dirinya sendiri.

Di kota, tak ada lagi rumput yang bisa ditempati untuk bertanya tentang sahabat, yang ada hanyalah dinding proyekan tertunda. Dinding dimana cecak mampu bersuara seperti naga. Dinding mampu pula membuat resah bagi si pembaca yang tercoret. Penjelmaan dinding sebagai walky-talky di kota urban pada coretannya, pun sebenarnya sejak purba telah dipraktekkan untuk meninggalkan jejak, menceritakan sebuah fenomena. Jika X (wall) maka Y (talk) dimana X memungkinkan terjadinya Y, olehnya itu pada dasarnya dinding merupakan tempat berbicara dengan model dan metode apapun, jika disimulasikan dengan instrumen tambahan.

c4e98b781d2eced0d81b273fa2642a81

Maka kemudian, dimana coretan merepresentasikan kerangka dasar, untuk mencoret dikalangan para pencoret sekalipun memiliki moralitas sendiri dalam bermural, istilah moralnya. Di Makassar sendiri, setidak-setidaknya sementara bergeliat mural di dinding sana dan sini oleh para pencoret yang dikenal memiliki muralitas (kualitas gambar/ilustrasi) yang keren dikalangannya masing-masing. Sebagai pencoret, mereka tentunya memiliki kegelisahan tersendiri sehingga tak hanya menjadikan coretan sebagai sekedar protesan. Ya! dasarnya, para muralis adalah ilustrator fenomental.

Selanjutnya di hari yang kemungkinan tak lagi sama, mural berkembang menjadi penegas keindahan dinding-dinding kota sampai masuk ke dalam ruang hingga pintu kedatangan. Mural tak lagi hanya berisi coretan tetapi mewarnai kejatnya kota urban di sana sini, setiap sudut dinding. Muralitas kemudian dibandrol dengan proyekan, memang seperti itulah adanya. Semuanya memiliki potensi untuk berkembang dengan model dan metode apapun. Lalu, jika X memungkinkan adanya Y dengan simulasi tertentu, maka Y memungkinkan pula munculnya Z lalu kembali menjadi A ataukah malah langsung kembali ke X, semuanya tergantung model dan metodenya.

Masih di hari selanjutnya, sebuah muralitas sebagai pengembangan coretan dinding sebelumnya untuk melukiskan kegelisahan terhadap fenomena kekinian, mural yang lebih mampu memvisualkan pesan pada kalangan apapun merupakan studi kasus menarik ditengah menjamurnya kesenian dan kebudayaan sebagai sebuah pendekatan pun sebenarnya tak lagi baru, namun terbarukan. Untuk menilai perbincangan tersebut dibutuhkan lebih banyak gambaran tentang bagaimana mural selain memiliki daya ilustrasi kuat juga memberikan warna di kota urban yang dipercepat-perpadat.

Entah masih di hari selanjutnya, ataukah telah sampai pada kota dunia masa depan, jelasnya hari ini masih menjadi coretan di berbagai jenis dinding. Dinding yang mampu membatasi sekaligus menghubungkan. Sadar atau tidak, dinding ada dimana-dimana, dimana-mana dinding mampu menjelma menjadi apapun. Lalu, dinding mana yang akan dicoret oleh para muralis selanjutnya, kemungkinan akan menentukan masa depan kota urban.

…selamat #berdiskursus, salam kurru sumange


Image Resources: https://qubicle.id/story/serunya-city-supreme-2017  

Leave a comment